Wednesday, August 1, 2007

Rezim SBY berlakukan bredel untuk Pers

Harian Kompas memberitakan bahwa rezim SBY - Ketua Dewan Penasehat Partai Demokrat, berhasrat besar memberlakukan kembali sistem bredel atau penghentian penerbitan atau pelarangan penyiaran serta penyensoran secara paksa terhadap media. Hal itu tertuang dalam naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang sedang disiapkan pemerintah.

Materi tentang itu tertuang dalam Pasal 4 (5). Pasal itu menyebutkan bahwa pers yang memuat berita, gambar atau iklan yang merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama dan atau bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat dan atau membahayakan sistem penyelenggaraan pertahanan dan keamanan nasional dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.

Sangat banyak bagian dari RUU ini berbahaya bagi keberlanjutan transisi demokratisasi media di Indonesia. Pada konsideran menimbang, RUU ini telah menempatkan pers dengan paradigma salah, yaitu menempatkan pers sebagai pendukung pembangunan. Ini reduksi luar biasa dari rezim SBY. Seharusnya pers ditempatkan dalam perspektif HAM dan hak setiap orang mendapatkan informasi. Ini sangat serius!

RUU ini tidak layak disebut UU Pers karena memberi otoritas besar kepada pemerintah untuk mengontrol media, mulai dari sensor sampai bredel. Pasal 5 (4) RUU ini bahkan mengatur ketentuan tata cara hak jawab dan hak koreksi . UU Pers harus direvisi, tetapi bukan seperti ini. Seharusnya UU Pers meningkatkan UU Pers menjadi lex specialis, kesejahteraan wartawan semakin diperbaiki dan anggaran Dewan Pers diperjelas.

Kembalikan mandat rakyat kepada Partai GOLKAR. dengan gerbong kaum muda berkualitas, kami siap memberikan yang terbaik untuk Pers yang bebas aktif dan menempatkannya di posisi terhormat sebagai bagian pilar pembangunan.

No comments:

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails